Halo

Apa yang kau rasa, tak semua bisa kau ekspresikan. Tapi dengan menulis, kamu lebih dari sekedar berekspresi. Abadikan kisahmu dengan menulis. Jangan biarkan sang cucu lebih mengenal tokoh dunia dibanding mengenal dikau!

Latihan Menulis Cerpen Part II

pict by pixabay.com

Rangga terseok jatuh dari anak tangga ke 21. Terkulai lemas, tersungkur merintih tak berdaya. Mencoba untuk bangkit, namun usahanya sia sia. Baru kemarin ia merasakan pedihnya ditabrak mobil sedan yang berujung pada kelumpuhan pada tangan kirinya. 10 menit berlalu, sudah ia coba berkali kali untuk bangkit namun takbisa jua. Takada seorangpun yang menolongnya, termasuk teman-teman lingkungan satu kostnya.
Kosan yang Rangga tepati seperti rumah biasa yang bertingkat, didalamnya terdapat 6 kamar kos dibawah. Total keseluruhan kamar kost adalah 12. Teman kosan lain sibuk dengan urusan masing – masing dan tak jarang pulang ke kosan pada jam jam dimana orang – orang biasanya tertidur. Sudah 3 tahun Rangga tinggal dikosan ini semenjak kepergian ibunya 2 tahun silam. Rangga sekarang berumur 21 tahun.
Seperti terbawa kemasa lalu..

“Nak makanya hati hati kalau berjalan, sudah tau jalan ini bekas minyak, masih juga kamu melintas disini..”
“Aduh bu, sakit pinggang rangga.”
“Sini ibu pijitin biar rasa sakitnya hilang. Justru kalau dibiarkan malah nanti semakin parah.”
Suatu malam saat Rangga dan Ibunya sedang dalam nuansa luang menikmati bintang yang bermandikan cahaya. Saat itu usia Rangga baru berusia 18 Tahun.
“Nak biar ibu beritahu kamu sesuatu, hidup ini sungguhlah singkat untuk kamu sesali. Jika kamu menyesal telah melakukan sebuah kesalahan, ia baik. Tapi seberapapun kamu menyesal, itu takkan pernah mengubah masa lalumu, jadi jangan berlarut larut atas apa yang telah terjadi. Jadikan itu pelajaran untuk kamu kedepannya.”
“Iya bu, aku tahu itu, terimakasih telah mengajariku banyak hal. Bu, bagaimana kabar Ayah sekarang ya? Apa telah bahagiakah ia disana?”
“Pasti.. pasti dia sudah bahagia nak, pasti dia bangga denganmu yang telah sukses menggapai salah satu impianmu masuk Perguruan Tinggi Favorit Negeri ini..”
“Tapi bu..”
“Mengapa nak?”
“Jika aku merantau nanti, lalu siapa yang membantu ibu berjualan nasi? Membenarkan atap rumah, mengantar kue kue catering ibu dan hal hal lain yang tidak bisa ibu lakukan seorang diri?”
“Tak mengapa nak, ibu bisa, lagipula banyak saudara disini yang bisa membantu ibu”
“Tapi kan bu, mereka punya kesibukan masing-masing apa sempat membantu ibu?”
“Sudah jangan kamu khawatirkan semua itu nak.. Sekarang kamu urus saja tiket kapal feri untuk kamu berangkat ke Bandung minggu depan.”
Tetes air mata mulai berjatuhan, “Aku senang bisa diterima di PTN yang ku idam – idamkan bu, tapi sekaligus aku sedih karena akan meninggalkan seseorang yang selama ini sangat aku sayangi. Aku berjanji akan membahagiakan ibu, aku berjanji akan membuat ibu tersenyum atas keberhasilanku.”

Posting Komentar

0 Komentar