Oke. Mulai. Jadi berawal dari saya liat status WA kawan, dimana dia buat polling, "mana yang lebih kamu pilih, usaha bercanda tapi hasil serius, atau usaha serius tapi hasil bercanda?" dari situlah jari saya gatel buat ngerespon dan mulai lah diskusi dari sono...
***
Langsung tanpa banyak berkata lagi saya pinjem dah tu buku. Judul bukunya Smarter Faster Better oleh Charles Duhigg. Jumlah halaman 388. Penjabaran point point ulasan mendetail tentang buku baik via tulisan maupun via video di youtube sudah banyak bertebaran. Tapi bukan itu yang mau kita bahas pada postingan saya pada kesempatan kali ini. Ada hal yang lebih menarik yang ingin saya bahas, hihi.
***
Jadi pada halaman buku yang berjumlah 388 halaman itu,
234 dari 388 halaman atau 60,3%nya diisi oleh 8 gagasan tentang mengembangkan produktivitas,
22 dari 388 halaman atau 5,7%nya adalah appendix
dan 105 dari 388 halaman atau 27,06%nya merupakan halaman halaman diluar isi inti alias ucapan terimakasih, catatan kaki, dan lain-lain
***
Jadi ketika kamu lihat buku dan jumlah halamannya, jangan kaget dulu. Karena gak sebanyak itu yang harus kamu baca hihi. Dan gak harus ngurut dari awal bacanya. Bebas kamu mau mulai baca dari mana asal masih ngurut dalam satu bab. Jujur, buku tipikal begini bukan buku yang dengan mudah dilahap. Karena notabene, konsumsi kelas 'berat' begini butuh waktu lama buat saya kunyah. Selain karena bahasannya beda kultur dengan kita yang di Indonesia, kesan buku terjemahan enggak bisa begitu saja hilang saat kita membacanya. Bahasan-bahasan pada 60,3% buku ini lebih spesifik ke tradisi/kebiasaan di suatu daerah tertentu dan ini tidak universal. Beda tipe jika dibandingkan bukunya dengan buku Mark Manson, "Seni untuk Bersikap Bodo Amat". Di buku Mark Manson ini studi kasus yang diambil lebih universal sehingga makin 'related' dengan kehidupan banyak orang di dunia.
***
Tapi kabar baiknya pemirsa, buku ini tidak serta merta tidak dapat dikonsumsi secara mudah. Buku ini sangat direkomendasikan untuk Anda yang ingin punya pengingat tentang bagaimana untuk tetap fokus dan produktif ditengah dunia yang penuh distraksi. Distraksi sehari-hari yang mungkin tidak kita sadari. "Motivasi menjadi lebih mudah sewaktu kita mengubah suatu tugas menjadi pilihan. Melakukan hal itu memberi kita perasaan memegang kendali." (Duhigg, 2016: 267)
***
Dalam bukunya, penulis menceritakan bahwa setiap hari ia mendapati 50 surat elektronik yang harus dibalas, dan ekspektasi penulis bahwa ia akan berniat duduk di depan komputer dan mengurusi surat-surat elektronik segera setelah makan malam selesai. Dan setiap malam pula, penulis menjumpai celah-celah untuk menunda-nunda; dengan membacakan satu lagi cerita untuk anak-anak beliau, membereskan ruang keluarga, atau mengecek Facebook.
***
Untuk mengatasi distraksi ini, diilhami dari perkataan Jenderal Krulak kepada penulis, maka sesegera mungkin pada malam berikutnya setelah penulis menidurkan anak-anak, penulis duduk di depan laptop, membuka e-mail dan menekan tombol balas, kemudian mengetik satu kalimat agar mendorong ia untuk terus melanjutkan. Hal menarik dari reaksi penulis adalah bahwa saat ia membalas e-mail, ia akan membalas dengan isi / sesuatu yang membuat dirinya merasa memegang kendali (memperbesar lokus kendali internal).
***
Misalnya ketika seorang rekan kerja mengirimi ia catatan yang menanyakan apakah si penulis bisa ikut rapat yang penulis tahu bahwa rapat itu membosankan, maka si penulis membalas:
"Aku bisa datang, tapi aku harus pergi lagi setelah dua puluh menit."
Dari hal ini si penulis menyadari dua hal, bahwa:
1) Lebih mudah untuk membalas e-mail setelah ia setidaknya menulis satu kalimat di layar
2) Lebih mudah menjadi termotivasi ketika kalimat pertama adalah sesuatu yang membuat penulis merasa memegang kendali
***
Lalu bagaimana dengan studi kasus menunda-nunda jenis lain? Bagaimana bila kita berhadapan dengan tugas yang lebih menyita perhatian dan lebih besar, misalnya membicarakan suatu hal yang sulit bersama seorang rekan?
***
Di buku ini dibahas tuntas bagaimana hal hal tersebut diatasi, termasuk didalamnya ada breakdown empiris tentang prinsip SMART dalam merancang rencana, tips agar tim lebih efektif, mengelola orang lain secara produktif, mendorong inovasi dan lainnya seputar produktivitas. "Duhigg menggabungkan sains terkini, reportase mendalam, dan kisah berwawasan untuk memberi kita cara berpikir lebih utuh dan manusiawi mengenai terjadinya produktivitas." ujar Susan Cain, penulis Quiet, pada halaman belakang buku Charles Duhigg.
***
Akhir kata, terimakasih telah sampai pada tulisan dibarisan ini. Ku tahu, ini bukanlah ulasan buku yang sempurna. I mean, ini bukan ulasan yang sempurna. Tidak memenuhi kriteria resensi buku sesuai teori pe-resensi-an, wkwk. Tapi setidaknya, semoga menambah referensi bacaanmu dan menjadi sebuah motivasi bahan bakar semangat. Semangat semangat!
0 Komentar